Mengikat Anak dengan Tokoh Teladan
Karakter yang kuat memiliki pondasi yang tangguh, berdasar dan berpegang teguh pada Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Jiwa yang selalu menggelayutkan diri dalam sunnahnya, akan senantiasa bercahaya bak mentari dalam fajarnya. Setiap kita memiliki porsi untuk meneladani seorang tokoh. Tanpa disadari, diri telah meniru jejak seseorang, entah kepada siapa kita meniru. Dari kecil manusia telah berproses untuk menjadi dewasa, bertahap dari bocah ingusan yang selalu ingin menjadi apa yang mereka kenal dan berlanjut pada tindakan yang dibenarkan oleh mereka sendiri. Proses tersebut dikenal dengan metode mirror oleh para ahli psikolog dunia.
Dalam proses mirror tersebut, seorang anak belum mampu memadukan apa itu khayalan dan kenyataan. Boleh jadi orangtua akan senang melihat tingkah anaknya yanga selalu meniru, tapi tidakkah mereka sadar bahwa siapa yang sebenarnya mereka tirukan. Pada tahap inilah pengendalian dari orangtua harus berperan aktif. Menyajikan beberapa cerita tentang petualang heroik tokoh yang terkenal dalam dunia islam akan menanamkan pengalaman adrenalin bagi sang anak itu sendiri.
Jika seorang anak memiliki ikatan totalitas dengan satu tokoh klasik, lalu menjadikannya sebagai teladan, juga terkait denan salah satu tokoh kontemporer dan dengan itu ia juga mengambil ilmu darinya, maka akan terlahir generasi yang memiliki kesadaran tinggi untuk memilih tentang apa yang bermanfaat baginya, dan memahami apa yang merugikan baginya. Sehingga tidak mungkin terjadi salah pilih tokoh oleh anak yang tokoh sebagai panutannya. Sebab, teladan yang baik akan hakiki dan perangai yang buruk akan fana. Jadi, bukan artis, pemain sepakbola atau orang pandir sebagai panutan mereka, melainkan tokoh yang memiliki teladan di dunia dan di akhirat
Ummu Sulaim pernah bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, tidak ada seorang lelaki dan perempuan dari kaum Anshar kecuali dia telah memberikan persembahan terbaik kepada Anda. Aku tidak bisa memberikan sesuatu yang berharga kepada Anda kecuali anakku ini. Maka bawalah anakku ini agar ia berkhidmat kepada Anda, jika Anda berkenan.”
Nawar binti Malik radhiallaahu’anhaa pernah menyerahkan putranya, Zaid bin Tsabit untuk belajar kepada Rasululllah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Zaid pun belajar ilmu dan Al-Qur’an, serta mempelajari bahasa Ibrani dan bahasa Suryani, sehingga ia berhasil menjadi penerjemah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Ibunda Imam Malik juga berkata kepada putranya, “Temuilah Rabi’ah dan belajarlah adab kepadanya sebelum engkau belajar ilmu darinya.”
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa dia berkata, “Ibuku membawaku menghadap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam lalu ibu berkata, “Wahai Rasulullah, inilah pelayan kecilmu. Berdoalan untuk kebaikannya.” Lalu Rasulullah berdo’a (yang artinya),
“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya. Panjangkanlah umurnya, dan ampunilah dosanya.” (Hadits Shahih).
Dikutip dari Buku Ibunda Tokoh-Tokoh Teladan (Terjemah kitab Ummahat Shana’at A’lam) karya Jum’ah S’ad Fathul Bab, Hal 36-38, Cet. II Maret 2017, Penerbit Aqwam, Solo.
Artikel ibuasuh.org
__
Komunitas Ibu Asuh
Dari Muslimah untuk Generasi Sunnah