Awal Mula Komunitas Ibu Asuh (KIA)

Beberapa orang ibu berbincang ringan tentang biaya sekolah di lingkungan mereka. Dari obrolan itu, mulailah mereka mengenal keadaan pendidikan di beberapa tempat, seperti Kalibagor, Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Boyolali, dan lain-lain.

Mereka jadi tahu betapa SPP sekolah itu sangat bervariasi, seperti titik-titik ordinat yang membentuk lengkungan parabola. Berawal dari SPP, obrolan mereka melompat begitu dinamis ke sisi-sisi lain pendidikan, mulai dari keuangan, mutu, idealisme, realita, hingga cita-cita.

Ada sekolah yang menarik SPP Rp 50.000/bulan, ada yang ratusan ribu, bahkan ada yang jutaan. Tentunya, itu semua berdasarkan pertimbangan tertentu.

Ada sekolah yang menggaji gurunya dengan nominal ala kadarnya.

Ada sekolah yang sudah hampir habis semangat guru-gurunya karena dilema; di satu sisi ingin mewadahi anak-anak di lingkungan mereka dalam lembaga pendidikan yang layak, di sisi lain anak-anak itu berasal dari keluarga kurang/tidak mampu yang terseok-seok membayar uang sekolah.

Satu orang pun mulai bercerita tentang kegiatannya bersama teman-temannya; mereka membuat komunitas, mengumpulkan uang secara sukarela, lalu menyalurkannya kepada anak-anak yang memerlukan bantuan biaya pendidikan.

Gayung bersambut. Satu-dua orang mulai memantik, “Kenapa kita juga tidak membuat yang seperti itu?”

Usulan-usulan pun bermunculan,

“Kita harus punya AD-ART. Ini menampung uang orang banyak, jadi tidak boleh sembarangan mengelolanya.”

“Bagaimana sistemnya nanti?”

“Siapa yang mau mengurus?”

“Kita cuma perlu koordinator.”

“Mau dimulai dari mana?”

Suasana, yang semakin seru namun kurang terarah, menjadi lebih tenang ketika ada yang mengusulkan untuk membuatnya sederhana saja, “Kita buat saja Grup WhatsApp. Nanti tiap orang menyumbang. Lalu kita salurkan. Siapa yang mau bergabung?”

Satu per satu mengajukan diri untuk bergabung. Terbentuklah Grup WhatsApp para ibu asuh ini. Admin Grup memberinya nama “Komunitas Ibu Asuh”.

*

Sejak April 2014 hingga Juli 2015, KIA berjalan semampunya, dengan seorang koordinator dan seorang bendahara sebagai pengurus.

Seiring bertambahnya anggota Grup, para anggota merasa perlu ada pembenahan kepengurusan, utamanya masalah laporan keuangan dan pencatatan administratif.

Selanjutnya, ditambahlah satu posisi, yaitu sekretaris.

Hingga saat ini, Agustus 2016, atas pertolongan Allah, tak terasa KIA semakin rimbun. Struktur kepengurusan berkembang hingga melibatkan dua posisi sekretaris dan satu divisi kreatif. Penambahan posisi-posisi baru ini bukan tanpa alasan; beasiswa yang kini (Agustus 2016) mencapai 9 juta rupiah per bulan, menuntut KIA lebih profesional dalam mengelola keuangan dan administrasi KIA. Meski keberadaan pengurus bersifat sukarela, namun seorang muslim insyaallah akan berusaha menjaga amanah sebaik-baiknya.

Kini, KIA bukan hanya beranggotakan ibu-ibu, namun juga muslimah secara umum. Donasi KIA pun tidak terbatas dari anggota KIA, namun KIA juga menerima donasi dari donatur-donatur non-anggota. Mengenai donasi, bisa dibaca selengkapnya di FAQ-KIA.

Semoga KIA terus berkembang dan memberi manfaat kepada kaum muslimin, utamanya dalam hal pendidikan.

Kita mulai dengan cita-cita dan tawakal kepada Allah. Dengan husnuzhan kepada Allah, pertolongan-Nya insyaallah akan selalu mengiringi.

**
Komunitas Ibu Asuh,
10 Agustus 2016.