Didiklah Keluarga Menjadi Shalih
Seseorang senantiasa dalam kebaikan selama dia memikirkan kebaikan, mencari kebaikan dan menelisik jalan-jalan kebaikan. Dan tidak ada kebaikan bagi seseorang yang memberikan kebaikan kepada orang lain namun melupakan orang terdekatnya dan orang yang paling layak diberi kebaikan. Seperti pohon labu yang tumbuh di sebidang tanah namun berbuah di bidang lainnya, itu demi Allah adalah aib yang besar.
Seperti burung unta yang menelantarkan telurnya di padang hampa
Lalu ia menyelimuti telur burung lain dengan sayapnya
**
Curahkanlah kebaikan kepada keluarga dengan segala usaha yang kita bisa. Allah telah memberi kita banyak nikmat berupa akal yang sehat, kepandaian dan harta. Maka tidakkah kita ingin memanfaatkannyA untuk kebaikan keluarga? Saat sebagian lelah kita untuk mengurusi urusan banyak orang, memenuhi kebutuhan orang lain dan waktu kita tersita karenanya, lantas bagaimana lagi dengan keluarga kita?
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya)
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan.” (at-Tahrim: 6)
Seorang muslim bertanggung jawab kepada keluarganya, dia akan dihisab terkait mereka, dan dihukum apabila melalaikan pendidikan mereka. Pendidikan bukan sesuatu yang insidental, tidak penting, pemikiran sambil lalu, atau sekedar terlintas dalam benak. Akan tetapi, pendidikan adalah kebutuhan mendasar dan menjadi keharusan. Akar-akarnya menancap di masa lalu yang telah pergi untuk menyebrangi masa kini yang sedang berjalan dan membentang ke masa depan yang akan datang.
Keshalihan keluarga adalah nikmat yang besar dan karunia mulia dari Allah, tidak ada yang merasakannya, mengetahui keutamaan dan mengenal kadarnya kecuali orang yang terhalang meraihnya.
Pendidikan.. Memerlukan kegigihan yang tidak mengenal rasa malas, pengorbanan yang tidak sejalan dengan kebakhilan, selalu berkelanjutan dan tidak pernah berhenti, semangat yang tidak rela dengan hal-hal rendah dan tekad yang tidak mengenal berpangku tangan.
Cukuplah sebagai keutamaan mendidik keluarga yaitu seseorang akan memetik pahala dari usahanya mendidik pasca kematiannya, setelah habis umurnya dan terputus amalnya di dunia ini.
Dari Abu Hurairah radhiallaahu’anhu, dia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا مات الإنسان انقطع عمله الا من ثلاثة : الا من صدقة جاريه, أو علم ينتفع به, أو ولد صالح يدعو له
“Bila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: Sedekah jarian, ilmu yang dapat diambil mafaatnya atau anak shalih yang berdoa untuknya.” (HR. Bukhari 7/247 No. 6514 dan Muslim 3/1016 No. 1631)
Seorang muslim akan terangkar derajatnya di surga dengan kebaikan yang ia tinggalkan, salah satunya melalui keluarga.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya derajat seorang laki-laki benar-benar akan diangkat di surga, maka dia bertanya, ‘Dari mana ini?’ Maka dijawab, ‘Karena istighfar anakmu untukmu.‘” (HR. Ibnu majah No. 2953 dan Ahmad dalam al-Musnad 2/509)
Pendidikan membuat kepala terangkat (dihormati), jiwa menjadi ridha, dan alam pikiran menjadi baik. Pendidikan membuat harta terjaga, generasi terlindungi dan hati sanubari menjadi tenang. Pendidikan mewujudkan keserasian, menepis perbedaan dan menyatukan perasaan dan cara pandang.
Jadi.. sudah sampai mana perhatian kita terhadap pendidikan keluarga? Apa yang telah kita persiapkan untuk memberikan pendidikan terbaik bagi mereka?
Referensi
Abdul Lathif bin Hajis Al-Ghamidi, 100 Ide Praktis Mendidik Keluarga Menjadi Shalih (Terjemahan), 2017, Penerbit Darul Haq, Jakarta.