Merajut Tali Kasih Ibu (Bagian 1)

Beradab dalam komunikasi, kunci kehangatan interaksi

Suatu hari, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang sebab-sebab masuk surga. Beliau menjawab, “Jadilah seorang hamba yang beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, mendirikan sholat, membayar zakat, dan menyambung tali silaturrahim.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Menjalin silaturrahim menjadi salah satu sebab masuk surga, lantas bagaimana lagi apabila yang akan disambung adalah tali kasih dengan ibu tercinta, dengan orang yang Allah amanahi untuk melahirkan kita di alam dunia? Sungguh merupakan kebajikan yang amat agung, lebih agung daripada menumpuk amal ibadah dalam atmosfer kedurhakaan yang pekat.

Dalam hal ini, Islam memberikan aturan etika dalam berkomunikasi dengan seorang ibu, “..Janganlah ucapkanan kepada keduanya ‘uh’, ucapakanlah kepada keduanya kata-kata yang mulia.” (Al-Isra : 23).

Saat sudah atau menjelang dewasa, seorang anak harus berusaha mulai belajar ‘mengalah’ kepada ibunya seperti halnya dulu sang ibu pernah bersimbah keringat, memeras otak dan berjumpalitan mengupayakan kesabaran dan tetap bersikap mengalah kepada kita saat kita masih kecil. Untuk itu, ada beberapa langkah praktis yang bisa diambil:

Berusahalah membuka dialog secara praktis

Hendaknya seorang anak berusaha untuk membuka obralan yang menyenangkan dengan ibunya. Tidak kaku walaupun sudah lama tidak berkomunikasi secara langsung. Berikan kesan bahwa kita merasa gembira dan bahagia berbincang denganya. Sungguh kegembiraan yang sangat mendalam bagi seorang ibu apabila sang anak menunjukkan kesenangan saat berkomunikasi dengannya.

Menjadi pendengar yang baik

Jangan pernah menunjukkan mimik muka mengejek atau merendahkan orangtua. Sebagai seorang anak kita harus berupaya sebaik mungkin mendengarkan ucapan orang tua.

Menghargai perasaan

Saat islam melarang seorang anak mengucapkan ‘uh’, itu sudah menunjukkan tekanan agar si anak menjaga perasaan orang tua, terutama ibu, agar tidak tersinggung oleh ungkapan seremeh apapun.

Jangan menyela

Seorang anak hendaknya tidak mendahului segala perbuatan orangtua, tanpa seizinnya, termasuk dalam berbicara. Menyela, yang juga akibatnya memutus pembicaraan orangtua adalah tindakan yang kurang beradab dan berakibat kurang baik untuk kelancaran komunikasi timbal balik.

Jangan ngelatur

Dalam sebuah dialog, seringkali seorang anak tanpa sadar berbicara ngelantur, itu sama sekali tidak layak terjadi dalam komunikasi dengan seorang ibu sebagai figur yang harusnya dihormati dan dimuliakan. Jangan membuatnya kebingungan, atau merasa kesal karena tidak bisa mengungkap maksud ucapan anaknya. “saya yang terlalu bodoh atau anak saya yang tidak waras?” mungkin begitu pikiran seorang ibu, bila anaknya ngelantur kesana kemari.

Hindari pertengkaran

Jangan mengubah dialog sejuk menjadi pertengkaran karena kesalahpahaman yang terlalu dibesar-besarkan atau nada bicara yang tidak terkontrol atau ucapan yang kurang layak.

Jangan memaksakan pendapat

Bila dialog tersebut tidak mencapai kesepakatan, jangan terburu-buru memaksakan pendapat. Ulangi saja dialog tersebut dikesempatan lain dengan cara yang diusahakan berbeda. Bila komunikasi lisan dirasa kurang optimal, gunakan cara komunikasi melalui surat dan sejenisnya.

Diringkas dari buku “Sutra Kasih Bunda” karya Abu Umar Basyir dengan penyesuaian seperlunya oleh redaksi KIA tanpa mengubah konteks kalimat.

Bersambung, in syaa Allah..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *